Natural Memang Lebih Indah
Angin berhembus panas
menyibak bulu kucing anggora yang lebat dan terlihat sangat halus dihalaman
belakang sebuah rumah mewah. Ternyata angina itu berasal dari pengering rambut
yang digunakan seorang remaja untuk mengeringkan bulu kucing yang baru saja ia
keramasi.
Sambil membelai lembut
bulu kucingnya, Lana terlihat gusar memikirkan pamplet lomba fotografi yang dibacanya dimading sekolah beberapa hari lalu.
Ia ingin sekali mengikuti lomba itu, namun ia bingung dengan tema foto tentang
keindahan alam yang jarang diperhatikan, Lana belum menemukan foto apa yang
nantinya akan ia lombakan, dan waktu perlombaannya tinggal seminggu lagi.
“Lana, lihat deh! Kakak
baru saja hunting foto di lapangan bola belakang rumahnya Anin. Tau enggak, ini
bakal kakak lombakan di lomba fotografi seminggu lagi.” Tiba-tiba Kakak Lana
datang hanya untuk memamerkan hasil jepretannya yang baru saja ia ambil.
“Hah?”, Lana terlihat
kaget mendengar pernyataan Kakaknya.
“Kenapa, kok kaget
begitu? Dasar aneh…” Lani keheranan dan langsung meninggalkan Lana dengan
kucingnya tadi.
……………
Lana semakin gusar
memikirkan Kakaknya yang ternyata akan ikut lomba fotografi juga. Dan yang
lebih membuat Lana gelisah…Lani memang jago sekali dalam hal fotografi, mereka
memang sering hunting foto bersama, tapi tak bisa ia pungkiri, banyak orang
menganggap Lani lebih jago daripada Lana,
tapi ia ingin sekali membuktikan kalau dia juga bisa lebih unggul
daripada Lani, saudara kembarnya yang selalu jadi kebanggaan dalam hal apapun.
Hanya dalam hal merawat kucingnya Lana jago, padahal ia laki-laki, tapi ia
memang lebih apik daripada Lani.
Lana sedang melihat
foto-foto hasil jepretannya yang kebanyakan hanya foto kucingnya, meskipun ia
hobi fotografi, tapi ia hanya suka memotret kucingnya, jarang-jarang ia
memotret alam disekitarnya karena memang ia tak terlalu tanggap. Tiba-tiba lani
mengagetkannya dengan bernyanyi ala rocker tepat dekat telinga Lana, suara
cempreng yang tak disadarinya itu malah mengagetkan kucing Lana yang sedang tidur
dikasur mungil yang sengaja disediakan Lana untuk kucing kesayangannya itu.
Kucing itu meloncat ke tembok dan merobek lukisan yang terpajang ditembok
hingga jatuh. Lukisan pertama Lana yang dibuatnya ketika ia baru belajar melukis.
Lana yang sedang galau
melihat foto tak menghiraukan Lani yang bermaksud menjahilinya, Tanpa bicara
sepatah kata pun Lana hanya menengok kea rah kakaknya dengan muka tanpa
ekspresi. Lani yang merasa gagal
menjahili adiknya malah kesal sendiri, lalu ia pergi meninggalkan Lana
di kamarnya.
……………
Saat Lana merasa bosan
melihat foto-foto kucingnya, ia baru melihat lukisannya yang jatuh karena
dicakar kucing kesayangannya. Awalnya ia hanya melihat dengan malas lukisan
itu.
“Ahh…itu hanya lukisan
rumput yang aku buat hanya dengan kuas dan cat hijau yang terlihat berantakan,
haha…” Lana mengomentari lukisannya sendiri dengan nada mengejek.
Lalu ia memungut dan
memperhatikan lukisan itu, sejenak ia tak berkomentar. Lalu perlahan senyum
terkembang diwajahnya yang semula datar. Lana langsung menggendong kucingnya
yang terlihat masih mengantuk keluar halaman, setelah menengok kea rah rumput
dihalamannya. Ia masuk kamar dan langsung tidur setelah mematikan lampu dengan
perasaan sangat senang.
…………..
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……………..”
lana berteriak ketika melihat halaman belakangnya.
“Aduh…kenapa si
teriak-teriak begitu? Mamah kesedak nih..” Ssahur mamah Lana protes.
“Ini rumput kenapa
gundul begini Mah?”
“haha…rumput kok
gundul, ini bari dipangkas tadi sayang…Kenapa?”
Tanpa menanggapi penjelasan
mamahnya, Lana langsung masuk kamar dengan muka lesu. Taka da bedanya dengan
muka orang yang sudah beberapa hari tak makan. Ia sangat serius memikirkan
rumput di halaman belakangnya yang sudah gundul karena dipangkas. Tak mungkin
rumput itu akan tumbuh dalam seminggu, hal itu malah membuatnya semakin galau,
karena waktu perlombaan semakin mepet.
……………
Lana seperti sudah tak
berniat lagi untuk ikut perlombaan yang hanya tinggal sehari lagi. Dia mencoba
menghibur diri dengan jogging pagi-pagi sekali sebelum fajar terbit. Tak
ketinggalan, kucing anggora kesayangannya ikut berlari-lari kecil disebalah
kiri lana dan lengan kanannya yang menjinjing tas kecil berisi kamera Nikon
pemberian Ayahnya. Lana sudah melupakan niatnya mengikuti lomba, karena ia memang
tak punya foto yang pantas untuk dilombakan, dan ia yakin kalau ia takkan bisa
mengalahkan kakaknya Lani.
Angin pagi berhembus
dingin, membuat Lana sedikit menggigil tertimpa angin. Lana sesekali menengok
ke arah kucingnya, takut kucingnya kedinginan pula karena tertiup angin. Tanpa
ia sadari, ia mulai tertarik melihat keindahan rumput-rumput disamping jalan
tempat ia menapak, rumput-rumput itu terlihat anggun dengan embun yang
bergelayutan diujung-ujung daun panjangnya, indah berkilau tertimpa sinar matahari.
Lana tersenyum, saat
itulah ia merasa pertama kali melihat keindahan alam yang sebenarnya hal biasa
yang tak pernah ia diperhatikan. Ia tengkurap dijalan kecil itu dan
memperhatikan rumput itu dengan teliti, melihat cahaya yang menerpa setiap
helaian rumput, dan embun yang bergelayutan hendak jatuh. Bagitu indah
fikirnya, ia mengambil kameranya dan mencari sudut terindah dari rumput itu,
lalu memeotret rumput dengan tenang dan sangat hati-hati. Lana tersenyum bangga
saat ia berhasil mengabadikan moment itu dengan kameranya.
No comments:
Post a Comment